Today I'm gonna share an article called "Yang Datang dan Pergi". I read it in a magazine called "LUAR BIASA". An inspiring magazine that brought to us by Andrie Wongso himself.
................
YANG DATANG DAN PERGI
by Prie GS
Ada yang datang dan pergi, ada yang terus menetap di sini, Yang satu bernama kenyataan yang lain bernama perasaan. Misalnya rasa marah. Sementara yang dimarahi sudah bernyanyi-nyanyi, yang memarahi masih berapi-api. Seluruh perasaan, baik rasa marah, sedih, benci, dan iri memiliki kecenderungan menetap. Sementara yang dimarahi, disedihkan, dibenci, dan diirikan sibuk datang dan pergi.
Lihat saja seluruh sumber rasa iri adalah soal yang begitu mudah datang dan pergi. Misalnya iri kepada orang sukses. Sementara orang-orang sukses itu datang dan pergi, keirian itu masih saja menetap di hati. Jadi yang terjadi selama ini ialah, rasa iri itu selalu tertuju kepada soal-soal yang mudah datang dan mudah pergi. Padahal, tanpa diirikan pun, soal-soal yang mudah datang itu akan mudah pergi. Jadi, kepadanya sebetulnya cukup didiamkan saja.
Orang-orang yang sedang di puncak, sedang naik daun, sedang sukses, adalah orang-orang yang cuma "sedang". Dan setiap sedang akan berganti telah. Sedang, telah, dan akan adalah soal-soal yang tidak akan tercegah walau kita berkeras mencegah. Soal-soal yang akan terjadi akan tetap terjadi walau kita tahan-tahan. Dan seluruh soal yang telah menjadi "telah" tak mungkin diulang walau sangat kita ingini. Jadi kepada yang akan, sedang, dan telah, sebetulnya tak perlu memancing perasaan berlebihan.
Kepada orang yang sedang begitu kuat sampai kuat mempermainkan hukum, sampai bahkan ditahan pun bisa jalan-jalan, juga tak perlu marah secara berlebihan. Orang itu cuma sedang kuat. Kekuatan semacam itu sebentar lagi akan menjadi telah. Bahkan ketika tulisan ini sedang diketik, yang sedang itu bisa saja telah menjadi "telah". Karena memang ada jenis sedang yang cepat sekali berganti telah. Makin cepat ia memperoleh sedang, makin cepat pula ia memperoleh telah.
Itulah kenapa seseorang yang kemarin sedang bergembira dengan korupsinya, di hari ini ia telah menjadi tua dengan stroke yang mengintip di sana-sini. Itulah kenapa seseorang penyanyi yang kemarin rekamannya terjual jutaan copy, hari ini ia harus meerima tawaran foto bugil di majalah demi membayar utang. Ada pula pihak yang kemarin menjadi idola, hari ini sudah menjadi tontonan massa karena aibnya dia rekam sendiri. Orang-orang yang di hari ini menjadi telah itu, adalah orang-orang yang kemarin menjalani periode sedang: sedang meroket, melambung, ngetop, berkibar, naik daun, dan semacamnya. Jadi singkat sekali periode sedang itu. Anehnya kepada sesuatu yang serba singkat itulah hati ini sering cemburu dan iri.
Sudah tentu, saya adalah orang yang tidak bebas dari perangkap rasa cemburu. Apa yang sedang menjadi kebutuhan saya, itulah sumber kecemburuan saya. Kalau saya sedang butuh populer, siapa saja yang sedang populer akan saya cemburui. Jika saya ingin dianggap playboy, siapa saya yang banyak pacarnya akan saya anggap pesaing dalam kompetisi. Jika saya butuh dianggap orang kaya, orang yang lebih kaya terasa sedang menghina.
Maka, ketika begitu jelas kebutuhan saya, semakin jelas pula daftar kecemburuan saya. Semakin jelas ia, semakin mudah saya mengawasi. Semakin sering saya mengawasi, sudut pandang saya akan semakin teliti. Kesimpulan saya akhirnya: benar, bahwa kecemburuan ini sulit untuk pergi, tetapi mudah untuk bergeser. Hingga kini, saya memang masih cemburu pada orang-orang populer, tetapi jenis popularitas itu juga bergeser terus dari hari ke hai sesuai pergeseran saya sendiri. Makin hari pergeseran saya itu makin rumit dan kebutuhannya makin tak mudah dipenuhi. Jika cuma terkenal saja tak akan saya cemburui kalau ia sekaligus tercemar.
Padahal definisi tercemar itu juga saya tentuka sendiri. Karena definisi itu juga makin hari makin bergeser dari hari ke hari. Tak peduli apapun keberhasilan seseorang, jika terdengar saja keangkuhan atas keberhasilannya, langsung gugurlah cemburu saya. Kedudukan orang ini akan langsung saya tempatkan setara orang kebanyakan. Hanya orang kebanyakan yang boleh angkuh, tetapi idola saya tidak. Tak peduli betapapun kaya seseorang tetapi jika ia masih uring-uringan cuma karena membayar tukang keramik kemahalan, sulit bagi saya mencemburui.
Intinya, makin lama daftar kecemburuan saya makin rumit dan sulit. Maka untuk masuk daftar, syaratnya banyak sekali. Populer saja tidak cukup. Kaya saja tidak cukup, berprestasi saja tidak cukup, tetapi juga harus sabar, ramah, mulia, cerdas, menyenangkan, wangi, dermawan, bertaqwa, beriman, rendah hati..... dan sederet panjang tuntutan lagi. Karena begitu sulit kriteria kecemburuan ini, maka kecemburuan saya malah tidak mudah muncul setiap kali.
LUAR BIASA (Februari 2011)
Comments